Sebuah Jebakan Ilmu Pengetahuan

Han Abadie
5 min readJan 7, 2024

Photo by Gabriella Clare Marino on Unsplash

Ilmu pengetahuan merupakan hal yang sangat penting dalam sejarah hidup manusia. Berkatnya, manusia dapat bertahan hidup dengan lebih baik, menemukan solusi dari permasalahan-permasalahan yang ada di dunia, menyelesaikan persoalan apapun dengan menciptakan sesuatu untuk mempermudah hidup, mengangkat derajat diri seseorang, bahkan hingga menaikkan status sosial, dan banyak lagi fungsi lainnya yang tidak disebutkan di sini.

Maka tidak heran jika para orang tua berusaha keras untuk menyekolahkan anaknya hingga tinggi, bersusah payah agar anaknya dapat kuliah di universitas bergengsi, demi anaknya mendapatkan pengetahuan yang luas, agar kemudian menjadi orang hebat serta berguna bagi bangsa dan tanah air (atau setidaknya keluarga sendiri).

Dari sini kita paham dan harus setuju bahwa ilmu pengetahuan memang sesignifikan itu dalam hidup manusia.

Namun, ternyata di balik nilai-nilai positif itu semua, tidak disangka bahwa di dalamnya juga terdapat sebuah sisi negatif, yaitu "jebakan" Ilmu Pengetahuan.

Apa maksudnya ini?

Seperti yang saya jelaskan di awal bahwa dengan ilmu pengetahuan, kita dapat meraih banyak hal termasuk meningkatkan status sosial. Hal itu membuat orang-orang menjadi rakus dan ambisius, bersaing mendapatkan status sosial yang tinggi, demi mendapat sebuah validasi agar dianggap, disegani, dihormati, dipuji, atau bahkan disembah bila perlu (maaf, saya terlalu berlebihan).

Kemudian setelah mendapatkan status tersebut, orang-orang yang sebelumnya (mungkin) rendah hati, atau tidak percaya diri dengan kemampuannya. Kini jadi mempunyai tendensi untuk merasa lebih baik dan congkak, sehingga merasa bahwa orang lain lebih rendah atau bodoh dibanding dirinya.

Inilah yang saya sebut dengan "jebakan" Ilmu Pengetahuan: Dunning-Kruger Effect.

Well, ternyata sudah ada penelitian mengenai hal ini. Maka ini bukanlah suatu asumsi atau hipotesis semata, melainkan sudah ada yang meneliti fenomena ini. Mereka adalah David Dunning dan Justin Kruger, sebagaimana sebutan untuk fenomena ini yang diambil dari kedua nama belakang penemunya.

The Dunning-Kruger Effect

Maka, apa itu Efek Dunning-Kruger?

Yaitu, suatu bias kognitif ketika seseorang yang tidak memiliki kemampuan mengalami superioritas ilusif, artinya ia merasa kemampuannya lebih hebat daripada orang lain pada umumnya. Bias ini diakibatkan oleh ketidakmampuan orang tersebut secara metakognitif untuk mengetahui segala kekurangannya, biasanya orang tersebut cenderung memiliki watak keras kepala, sok tahu, sok jago, dan sok pintar. Merasa pendapatnya paling benar dan tidak pernah mau mendengarkan pendapat orang lain (Morris & Errol, 2010).

In a nusthell, efek Dunning-Kruger itu seperti saat seseorang baru belajar sesuatu, tapi merasa sangat pintar dan lebih baik daripada yang lain. Ini terjadi karena mereka belum tahu seberapa banyak yang belum mereka ketahui dan membuat mereka sulit menerima pendapat orang lain dan cenderung bersikap sok tahu atau sok pintar.

Kasus ini kerap kali terjadi pada orang yang:

  1. Baru pertama kalinya menyelesaikan satu buku bacaan
  2. Telah mengobrol secara mendalam dengan orang pintar
  3. Baru pulang selepas mendengarkan ceramah motivasi
  4. Baru selesai menonton YouTube, podcast, atau konten edukasi
  5. Selepas mendapatkan insight baru dari dosen, dan banyak lainnya. (yeah, barangkali saya juga pernah mengalami beberapa diantaranya).

Biasanya orang-orang yang terkena efek ini akan cenderung krisis dalam menghargai orang lain yang (mungkin) kurang mengetahui terkait pengetahuan yang mereka miliki. Walaupun tidak menutup kemungkinan jika fenomena ini dapat terjadi pada orang yang sudah sepuh, yang dihormati, disegani, dan sudah di level advanced juga.

Sebagai contoh:

Anda mengajak ngobrol penjual gorengan membahas geopolitik dan fisika quantum karena Anda habis pulang dari bioskop menonton Oppenheimer. Maka, yang terjadi adalah Anda merasa jauh lebih berwawasan luas dibanding penjual gorengan itu seolah-olah Anda adalah seorang ahli fisika dan geopolitik, lantaran hanya karena telah mengetahui secuil pengetahuan tentang fisika quantum dan geopolitik yang Anda dapat dari menonton film Oppenheimer.

Contoh lain:

Anda merasa orang-orang harus menerapkan suatu pemahaman bahwa membeli aset itu sangat penting dan harus berhenti membeli liabilitas karena, itu hanya akan membuat mereka semakin miskin, lantaran Anda telah selesai membaca buku Rich Dad Poor Dad. Anda menghakimi orang yang hendak mengeluarkan uangnya untuk membeli Nasi Padang, karena Nasi Padang merupakan liabilitas.

Contoh terakhir:

Anda merupakan seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran yang mengobrol dengan mahasiswa Fakultas Teknik Mesin, tetapi Anda bersikeras membahas tentang proses pembedahan operasi sum-sum tulang belakang. Maka yang terjadi adalah, Anda akan merasa bahwa Anda benar-benar cerdas dibanding bocah teknik mesin tersebut.

Semoga ketiga contoh tersebut cukup untuk membuat paham pembaca.

Jika ingin meninjau contoh-contoh serupa terkait efek Dunning-Kruger dalam kehidupan sehari-hari, sebenarnya mereka (atau barangkali kita sendiri) yang terkena efek tersebut terkesan lucu atau bahkan freak dan sangat pantas untuk ditertawakan. Itu lucu sekali.

Terlepas dari fenomena itu, orang yang berpendidikan tinggi akan mempunyai tendensi untuk merasa lebih baik ketimbang yang hanya lulus pada pendidikan formal saja.

Begitu pula dengan orang yang telah membaca beberapa buku, akan mempunyai tendensi pula untuk merasa lebih tinggi statusnya ketimbang yang tidak pernah membaca buku.

Kutipan oleh Tan Malaka

Memang benar, bagi beberapa orang mempelajari ilmu pengetahuan adalah candu. Hal itu menimbulkan adiksi karena dengan ilmu pengetahuan lah martabat seseorang dapat diangkat. Tetapi jika menjadikan ilmu pengetahuan sebagai suatu obsesi demi agar dihormati dan disegani, maka itu lain lagi, dan itu jelas bukan hal yang baik.

Inilah "jebakan" ilmu pengetahuan, berupa kesombongan akan ilmu yang mereka peroleh, yang mana sehingga menimbulkannya krisis dalam menghargai orang yang tidak setara pengetahuannya dengan mereka. Merasa jika diri mereka sudah memiliki banyak ilmu, maka boleh meremehkan dan memandang rendah orang lain. Ini benar-benar keliru!

Foto oleh Habibi Fadzlurrahman

Padahal seharusnya, seperti suatu pepatah yang sudah sangat umum:

“Bagaikan padi, semakin berisi maka semakin merunduk.”

Orang-orang lupa, dengan semakin banyak ilmu pengetahuan yang ia peroleh, seharusnya semakin ia jaga pula kerendahatiannya.

Tidak bisakah kita tetap tidak perlu bersikap sok-sokan, meremehkan atau menganggap rendah dan tidak bersikap semena-mena dengan orang lain yang (mungkin) tidak selevel dengan kita?

Tidak bisakah kita tetap rendah hati, tetap menghargai, tetap memuliakan siapapun meski orang lain (mungkin) tidak selevel dengan kita?

Barangkali kita sering melakukannya tanpa kita sadari karena mungkin sudah terbiasa dan dinormalisasi. Sehingga kita mungkin tidak merasa jika ternyata kerap melakukannya.

Maka terdapat hal yang harus dipahami oleh semua orang yang terlalu mengagungkan bahkan menyembah ilmu pengetahuan, sebuah pepatah Arab, bahwasannya:

“Al adabu Fauqol ‘ilmi” yang artinya “Adab itu lebih penting daripada ilmu”

Oleh karenanya, alangkah pentingnya menjaga kerendahatian di saat muncul rasa ingin pamer luasnya wawasan, berlagak cerdas dan ingin dipuji atau sekadar butuh validasi. Karena itu merupakan tantangan yang (boleh jadi) sulit bagi orang yang sudah kecanduan bahkan (amit-amit) keblinger dengan ilmu pengetahuan.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Han Abadie
Han Abadie

Written by Han Abadie

A Possibilist, Indonesian writer. Just like the average mediocre youth, sometimes naive as well. You can follow my another social media X: @ekstapol

Responses (1)

Write a response

Oleh karenanya, alangkah pentingnya menjaga kerendahatian di saat muncul rasa ingin pamer luasnya wawasan, berlagak cerdas dan ingin dipuji atau sekadar butuh validasi.

Sepakat. Terkadang kita perlu rem diri untuk menjaga agar tidak semakin liar kesana kemari. Kerendahan hati harus tetap dimiliki, singkirkan diri dari kesombongan yang tinggi hati.

Semoga masih bisa tetap on the track dalam jalan kebaikan. 🦕🚀

--